rumusan masalah
1.
Konsep Etika Kerja?
2.
Apakah yang dimaksud
etos kerja dan loyalitas kerja guru?
3.
Bagaimana ikrar
guru Indonesia?
4.
Apakah
pengertian kode etik guru?
5.
Apakah tujuan kode
etik guru?
6.
Apakah
fungsi dari kode etik guru?
7.
Bagaimanakah kode
etik keguruan?
8.
Bagaimana sanksi pelanggaran kode etik guru?
A.
Konsep
Etika Kerja
Etika kerja, etos kerja dan kode etik
merupakan tiga hal yang saling terkait dan mempunyai peranan yang besar dalam mewujudkan
profesionalisme dan kualitas kerja. Efektivitas, efisiensi, dan produktivitas
suatu pekerjaan akan banyak tergantung
pada tiga unsur tersebut.
Menurut Daryanto (2013: 28) Etika
berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos
yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Etika merupakan ilmu atau
konsep yang dimiliki individu atau masyarakat untuk menilai apakah
tindakan-tindakan yang dikerjakannya apakah salah atau benar dan buruk atau
baik. Etika adalah refleksi dari kontrol diri karena segala sesuatunya dibuat
dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu
sendiri.
Pada hakikatnya etika merupakan dasar
pertimbangan dalam pembuatan keputusan tentang moral manusia dalam interaksi
dengan lingkungannnya. Secara umum etika diartikan sebagai suatu disiplin
filosofis yang sangat diperlukan dalam interaksi sesama manusia dalam memilih
dan memutuskan perilaku yang sebaik-baiknya berdasarkan timbangan moral-moral
yang berlaku. Sebagai acuan pilihan perilaku, etika bersumber pada norma-norma
moral yang berlaku. Sumber yang paling mendasar adalah agama sebagai sumber
keyakinan yang paling asasi, filsafat hidup. Dengan etika kerja, suasana dan
kualitas kerja dapat diwujudkan sehingga menghasilkan kualitas pribadi dan
kinerja yang efektif, efisien, dan produktif.
Etika kerja lazimnya dirumuskan atas
kesepakatan para pendukung pekerjaan itu dengan mengacu pada sumber-sumber
dasar nilai dan moral. Rumusan etika kerja yang disepakati bersama disebut kode etik. Dari etika kerja itulah
kemudian dirumuskan kode etik yang akan menjadi rujukan dalam melakukan
tugas-tugas profesi. Dengan kode etik itu pula perilaku etika para pekerja akan
dikontrol, dinilai, diperbaiki dan dikembangkan.
2
|
B.
Etos
Keja dan Loyalitas Keja Guru
Kata etos sebenarnya bersumber dan memiliki
pengertian yang sama dengan etika, yaitu sumber-sumber nilai yang dijadikan
rujukan dalam pemilihan dan keputusan perilaku.
Etos kerja lebih
merujuk pada kualitas kepribadian pekerjaan yang tercermin melalui unjuk kerja
secara utuh dalam berbagai dimensi kehidupannya. Dengan demikian etos kerja
lebih merupakan kondisi internsal yang mendorong dan mengendalikan perilaku
pekerja ke arah terwujudnya kualitas kerja yang ideal. Sebagai suatu kondisi
internal, etos kerja mengandung beberapa unsur antara lain:
1. Disiplin
kerja
2. Sikap
terhadap pekerjaan
3. Kebiasaan-kebiasaan
bekerja
Dengan etos kerja
yang baik dan kuat sangat diharapkan seorang pekerja akan senantiasa melakukan
pekerjaannya secara efektif dan produktif dalam kondisi pribadi sehat dan
berkembang.
Menurut Ali
Mudlofir (2012: 202) Loyalitas kerja merupakan kondisi internal dalam bentuk
komitmen dan pekerja terhadap berbagai aspek yang berkaitan dengan
pekerjaannya. Loyalitas kerja merupakan landasan dan haluan berperilaku kerja
dalam bentuk kesediaan untuk mengikuti dan menaati hal-hal yang menjadi
keharusannya. Sikap merasa bagian dari lingkungan kerja, sikap rasa memiliki
lingkungan kerja merupakan contoh sikap loyalitas kerja.
Sebagai suatu
komitmen para pekerja harus memahami dan menghayati maksud dan isi loyalitas
itu, agar dapat mengamalkannya secara aktif dan dinamis. Para pekerja harus
memiliki pemahaman yang jelas mengenai kepada siapa ia harus loyal dalam bentuk
bagaimana loyalitas diwujudkan, dan sebagainya.
Etika kerja dan
etos kerja sangat menetukan perwujudan loyalitas kerja. Artinya mereka yang
menaati etika kerja dan memiliki etos kerja yang tinggi dan kuat cenderung akan
memiliki loyalitas kerja yang baik.
C.
Ikrar Guru Indonesia
IKRAR
GURU INDONESIA
1.
Kami Guru Indonesia, adalah insan pendidikan Bangsa
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.
Kami Guru Indonesia, adalah pengemban dan pelaksana
cita-cita Proklamasi Kemerdekaan republik Indonesia, pembela dan pengamal
Pancasila yang setia pada Undang-Undang Dasar 1945.
3.
Kami Guru Indonesia, bertekad bulat mewujudkan tujuan
Nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
4.
Kami Guru Indonesia, bersatu dalam wadah organisasi
perjuangan Persatuan Guru Republik Indonesia, membina persatuan dan kesatuan
bangsa yang berwatak kekeluargaan.
5.
Kami Guru Indonesia, menjunjung tinggi Kode Etik Guru
Indonesia sebagai pedoman tingkah laku profesi dalam pengabdian terhadap
bangsa, negara dan kemanusiaan.
D.
Pengertian Kode Etik Guru
1.
Pengertian Kode Etik
Secara
etimologis, “kode etik” berarti pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis
dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Dengan kata lain, kode etik
merupakan pola aturan atau tata cara etis sebagai pedoman berperilaku. Etis
berarti sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang dianut oleh sekelompok orang
atau masyarakat tertentu.
Dalam
kaitannya dengan istilah profesi, kode etik merupakan tata cara atau aturan
yang menjadi standar kegiatan anggota suatu profesi. Gibson dan Michael (dalam
Djam’an Satori, dkk., 2008: 5.3) menegaskan bahwa a code of ethics represents the professional values of a profession
translated into standards of conduct for the memberships. Sauatu kode etik
menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan ke
dalam standar perilaku anggotanya. Nilai professional paling utama adalah
keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat.
2.
Pengertian Kode Etik Guru
Menurut Basuni, Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik
Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga
PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI,
1973). Menurutnya, kode etik guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yaitu
sebagai landasan moral dan sebagai pedoman tingkah laku.
Kode etik guru Indonesia adalah norma dan asas yang
disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan
perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat
dan warga negara. Pedoman sikap dan perilaku yang dimaksud adalah nilai-nilai
moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak
boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik,
mengajar,membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik, serta sikap pergaulan sehari-hari di dalam dan luar sekolah.
Kode etik guru bersumber dari nilai-nilai agama dan
Pancasila; nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
sosial, dan kompetensi profesional; serta nilai-nilai jati diri, harkat dan
martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah, emosional,
intelektual, sosial, dan spiritual.
E. Tujuan Kode
Etik Guru
Pada
dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk
kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum
tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut:
1.
Menjunjung
tinggi martabat profesi
Kode etik dapat menjaga
pandangan dan kesan pihak luar atau masyarakat agar mereka tidak memandang
rendah terhadap profesi yang bersangkutan.
2.
Untuk
menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya.
Kode etik umumnya
memuat larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan
kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif minimum
bagi honorarium anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa
saja yang mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan
rekan seprofesi.
3.
Pedoman
Berperilaku
Kode etik mengandung
peraturan yang membatasi tingkah laku yang tidak pantas dan tidak jujur bagi
para anggota profesi dalam berinteraksi dengan sesama rekan anggota profesi.
4.
Untuk
meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Kode etik berkaitan
dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota
profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggungjawab pengabdiannya
dalam melaksanakan tugasnya.
5.
Untuk
meningkatkan mutu profesi
Kode etik memuat
norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk
meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
6.
Untuk
meningkatkan mutu organisasi profesi
Kode etik mewajibkan
semua anggotanya untuk aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi
dan kegiatan-kegiatan yang dirancnag organisasi.
F.
Fungsi
Kode Etik Guru
Pada
dasarnya, kode etik dapat berfungsi ganda, yaitu sebagai perlindungan dan
pengembangan Gibson dan Mitchel (dalam Djam’an Satori, dkk., 2008: 5.4)
mengemukakan bahwa fungsi kode etik lebih menekankan pada pentingnya kode etik
tersebut sebagai pedoman pelaksanaan tugas professional anggota suatu profesi
dan pedoman bagi masyarakat pengguna suatu profesi dalam meminta
pertanggungjawaban jika ada anggota profesi yang bertindak di luar kewajaran
sebagai seorang professional.
Bigs
dan Blocher (dalam Djam’an Satori, dkk., 2008: 5.4) mengemukakan tiga fungsi
kode etik, yaitu
1.
To
protect a profession from government interference (melindungi
suatu profesi dari campur tangan pemerintah).
2.
To
prevent internal disgreements within a profession (mencegah
terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi).
3.
To
protect practitioners in cases of alleged malpractice
(melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.
Sutan
Zanti dan Syahmiar Syahrun (dalam Djam’an Satori, dkk., 2008: 5.5) mengemukakan
empat fungsi kode etik guru bagi guru itu sendiri, yaitu.
1.
Agar guru terhindar
dari penyimpangan melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, karena
sudah ada landasan yang digunakan sebagai acuan.
2.
Untuk mengatur hubungan
guru dengan murid, teman sekerja, masyarakat, dan pemerintah.
3.
Sebagai pegangan dan pedoman
tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab pada profesinya.
4.
Pemberi arah dan
petunjuk yang benar kepada mereka yang menggunakan profesinya dalam
melaksanakan tugas.
Dari
beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kode etik guru memiliki
fungsi sebagai berikut :
1.
Sebagai
perlindungan
Fungsi
kode etik sebagai perlindungan bagi guru yaitu untuk melindungi pekerjaan
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan berdasarkan perundang-undangan
yang berlaku.
2.
Sebagai
pedoman
Fungsi
kode etik sebagai pedoman bagi guru yaitu agar guru terhindar dari penyimpangan
dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, karena sudah ada
landasan yang digunakan sebagai acuan.
3.
Sebagai
pengembangan
Fungsi
kode etik sebagai pengembangan yaitu agar guru mampu mengembangkan
potensi-potensi dan sikap-sikap yang dimiliki sehingga mutu pengabdian kepada
masyarakat menjadi semakin meningkat.
Kode
etik guru sesungguhnya merupakan pedoman yang mengatur hubungan guru dengan
teman sejawat, peserta didik, orang tua peserta didik, pimpinan, masyarakat,
dan dengan misi tugasnya. Jalinan hubungan tersebut diatur oleh kode etik.
Etika
hubungan guru dengan teman sejawat menuntut perilaku yang kooperatif,
mempersamakan, dan saling mendukung. Misalnya, ketika seorang guru mempunyai
murid yang mengalami kesulitan belajar, yang tingkat kesulitannya di luar batas
kemampuan guru itu, maka guru tersebut mengonsultasikannya kepada guru lain.
Etika
hubungan guru dengan peserta didik menuntut terciptanya hubungan berupa helping relationship (Brammer dalam
Djam’an Satori, dkk., 2008: 5.6), yaitu hubungan yang bersifat membantu dengan
mengupayakan terjadinya iklim belajar yang kondusif bagi perkembangan peserta
didik. Hubungan ini ditandai oleh adanya perilaku empati, penerimaan dan
penghargaan, kehangatan dan perhatian, keterbukaan, dan ketulusan, serta
kejelasan ekspresi seorang guru.
Etika
hubungan guru dengan pimpinan di sekolah menuntut adanya saling mempercayai.
Guru percaya bahwa pimpinan sekolah memberi tugas yang dapat dikerjakannya dan
setiap pekerjaan yang dilakukan pasti ada imbalannya. Sebaliknya, pimpinan
sekolah/ madrasah mempercayakan suatu tugas kepada guru karena keyakinannya
bahwa guru tersebut akan mampu melaksanakan tuganya dengan sebaik mungkin.
Dalam hubungan guru dengan pimpinan tersebut yang terpenting adanya pengertian
dari kedua belah pihak atas konsekuensi dari beban kerja tersebut.
G. Deskripsi Kode Etik
Keguruan
Deskripsi
Kode Etik Guru Indonesia yang dikemukakan di bawah ini merupakan rumusan hasil
Kongres PGRI tahun 1989. Adapun rumusannya sebagai berikut ini.
KODE ETIK GURU
INDONESIA
(PGRI, 1989)
Guru
Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian kepada Tuhan Yang
Maha Esa, Bangsa, dan Negara serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia
yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-Undang Dasar 1945, turut
bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Republik Indonesia 17
Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan
karyanya dengan berpedoman kepada dasar-dasar sebagi berikut ini.
1.
Guru berbakti
membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila.
2.
Guru memiliki dan
melaksanakan kejujuran professional.
3.
Guru berusaha
memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan
dan pembinaan.
4.
Guru menciptakan
suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar
mengajar.
5.
Guru memelihara
hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina
peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6.
Guru secara pribadi dan
bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7.
Guru memelihara
hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8.
Guru bersama-sama
memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan
pengabdiannya.
9.
Guru melaksanakan
segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Kode Etik Guru yang
pertama mengandung pengertian bahwa perhatian
utama seorang guru adalah peserta didik. Perhatiannya itu semata-mata
dicurahkan untuk membimbing peserta didik, yaitu mengembangkan potensinya
secara optimal dengan mengupayakan terciptanya proses pembelajaran yang
edukatif.
Kode Etik Guru yang
kedua mengandung makna bahwa guru hanya
sanggup menjalankan tugas profesi yang sesua dengan kemampuannya, ia tidak
menunjukkan sikap arogansi professional. Manakala menghadapi masalah yang ia
sendiri tidak mampu mengatasinya, ia mengaku dengan jujur bahwa masalah itu di
luar kemampuannya, sambil terus berupaya meningkatkan kemampuan yang
dimilikinya.
Kode Etik Guru yang
ketiga menunjukkan pentingnya seorang guru
mendapatkan informasi tentang peserta didik selengkap mungkin. Informasi
tentang kemampuannya, minat, bakat, motivasi, kawan-kawannya, dan informasi
yang kira-kira berpengaruh pada perkembangan peserta didik dan mempermudah guru
dalam membimbing dan membina peserta didik tersebut.
Kode Etik Guru yang
keempat mengisyaratkan pentingnya guru
menciptakan suasana sekolah yang aman, nyaman, dan membuat peserta didik betah
belajar. Yang perlu dibangun antara lain iklim komunikasi yang demokratis
hangat, dan penuh dengan rasa kekeluargaan, tetapi menjauhkan diri dari kolusi
dan nepotisme.
Kode Etik Guru yang
kelima mengingat pentingnya peran serta orang
tua siswa dan masyarakat sekitarnya untuk ikut andil dalam proses pendidikan di
sekolah/ madrasah. Peran serta mereka akan terwujud jika terjalin hubungan baik
antara guru dengan peserta didik, dan ini harus diupayakan sekuat tenaga oleh
seorang guru.
Kode Etik Guru yang
keenam, guru diharuskan untuk selalu
meningkatkan dan mengembangkan mutu dan martabat profesinya. Ini dapat
dilakukan secara pribadi dan dapat juga secara kelompok.
Kode Etik Guru yang
ketujuh intinya bagaimana menjalin kerja sama
yang mutualistis denga rekan seprofesi. Rasa senasib dan sepenanggungan
biasanya mengikat para guru untuk bersatu dalam menyatukan visi dan misinya.
Kode Etik Guru yang
kedelapan, “Guru bersama-sama memelihara dan
meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdiannya.”
Jika memang benar bahwa PGRI merupakan sarana dan wadah yang menampung aspirasi
guru, sarana perjuangan dan pengabdian guru, maka praktik monopoli profesi
terhadap guru (terutama guru SD) oleh pengurus PGRI harus segera disudahi.
Karena cara seperti itu hanya akan membuat guru semakin tidka berdaya dan
membuat citra masyarakat semakin negatif terhadap profesi ini. Justru
sebaliknya, PGRI harus menjadi satu kekuatan profesi guru dalam menggapai
harapannya. Organisasi ini seharusnya mampu menjembatani dan mengayomi aspirasi
para guru, dan bahkan jika memungkinkan, PGRI harus mampu meningkatkan harkat
dan martabat guru yang semakin hari semakin cenderung terpuruk adanya.
Kode Etik Guru yang
kesembilan, “Guru melaksanakan segala
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.” Kode etik ini didasari oleh
dua asumsi, pertama karena guru
sebagai unsur aparatur negara (sepanjang mereka itu PNS), kedua karena guru orang yang ahli dalam bidang pendidikan. Oleh
karena itu, sudah sewajarnya guru melaksanakan semua kebijaksanaan pemerintah
dalam bidang pendidikan, selagi sesuai dengan kemampuan guru itu dan tidak
melecehkan harkat dan martabat guru itu sendiri.
H.
Penerapan
Kode Etik Guru
Kode etik
profesi sebagai perangkat standar berperilaku, dikembangkan atas dasar
kesepakatan nilai-nilai dan moral dalam profesi itu. Dengan demikian kode etik
guru dikembangkan atas dasar nilai dan moral yang menjadi landasan bagi
perilaku bangsa Indonesia. Hal ini berarti seluruh kegiatan profesi keguruan di
Indonesia harus bersumber dari nilai dan moral Pancasila.
Dalam rancangan
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 42 dinyatakan “Setiap tenaga
kependidikan berkewajiban untuk: (1)menciptakan suasana pendidikan yang
bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis; (2)mempunyai komitmen
secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; (3)memberi teladan dan menjaga
nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang
diberikan kepadanya.”
Disamping itu, Rekomendasi UNESCO/ ILO
tanggal 5 oktober 1988 tentang “Status Guru” menegaskan status guru sebagai
tenaga profesional yang harus mewujudkan kinerjanya diatas landasan etika
profesional serta mendapat perlindungan profesional.
Khusus mengenai kode etik guru di
Indonesia, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) telah menetapkan kode etik
guru sebagai salah satu kelengkapan organisasi sebagaimana tertuang dalam
Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PGRI. Pengembangan kode etik guru
dalam empat tahapan, yaitu:
1. Tahap
pembahasan/ perumusan (tahun 1971-1973)
2. Tahap
pengesahan (Konggres PGRI XIII November 1973)
3. Tahap
penguraian (Konggres PGRI XIV Juni 1979)
4. Tahap
penyempurnaan (Konggres XVI Juli 1989)
Kode
etik secara terus-menerus dimasyarakatkan kepada masyarakat dan khususnya
setiap guru/ anggota PGRI. Rumusan dan isi senantiasa diperbaiki dan
disesuaikan dalam setiap konggres.
Adapun lingkup isi kode etik guru di
Indonesia pada garis besarnya mencakup dua hal yaitu preambul sebagai
pernyataan prinsip dasar pandangan terhadap posisi, tugas dan tanggungjawab
guru; dan pernyataan-pernyataan yang berupa rujukan teknis operasional yang
memuat dalam sembilan butir batang tubuhnya.
Pelaksanaan kode
etik terkadang tidak sejalan dengan baik. Ada beberapa pelanggaran kode etik.
Pelanggaran kode etik adalah terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh
anggota atau kelompok profesi dari kode etik profesi di mata masyarakat.
Beberapa penyebab pelanggaran kode etik profesi adalah:
1. Idealisme
dalam kode etik profesi tidak sejalan dengan fakta yang terjadi di sekitar para
profesional sehingga harapan terkadang sangat jauh dari kenyataan
2. Memungkinkan
para profesional untuk berpaling kepada kenyataan dan mengabaikan idealisme
kode etik profesi. Kode etik profesi bisa menjadi pajangan berbingkai.
3. Kode
etik profesi merupakan himpunan norma moral yang tidak dilengkapi dengan sanksi
keras karena keberlakuannya semata-mata berdasarkan kesadaran profesional.
4. Memberi
peluang kepada profesional untuk berbuat menyimpang dari kode etik profesinya.
Sanksi pelanggaran kode etik adalah
sanksi moral dan sanksi dikeluarkan dari organisasi. Dalam memberikan sanksi
ada tahapan-tahapan yang dilakukan pertama mengingatkan atau memberikan teguran
kepada pelanggar, apabila masih membangkang maka akan diberikan surat
peringatan, jika surat peringatan yang diberikan tidak dihiraukan maka akan
dimutasi, jika dengan tindakan tersebut pelanggar masih mengacuhkan maka akan
diberikan scoring selama jangka waktu tertentu, dan apabila pelanggar masih
bertekad untuk melakukan tindakan yang melanggar kode etik guru maka pelanggar
tersebut akan dikeluarkan. Kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan
dinilai oleh suatu Dewan Kehormatan atau Komisi Khusus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar