Minggu, 30 Maret 2014

Tanggung Jawab Guru



A.    Tanggung Jawab Guru
Tanggung jawab para guru  dan unsur pendidikan lainnya bukan hanya sekedar dalam hal mengajar atau memajukan dunia pendidikan di sekolah ditempatnya bertugas, tetapi juga bertangggung jawab untuk mengajak masyarakat di sekitarnya masing-masing untuk ikut berpartisipasi dalam memajukan pendidikan di wilayahnya. Maju mundurnya pendidikan di daerah tergantung kinerja para dewan guru, pengawas ekolah dan komite sekolah, karenanya diharapkan semuanya biasa menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya yang disertai keikhlasan hati dalam mengemban amanah yang diberikan.
Guru yang professional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Selain itu juga ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya.
Guru yang professional hendaknya mampu memikul dalam melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara dan agamanya. Guru mempunyai tanggung jawab secara pribadi, sosial, intelektual, moral dan spiritual.
Pertama, tanggung jawab pribadi yang mandiri yaitu mampu memahami dirinya, mengelola dirinya, menngendalikan dirinya dan menghargai serta mengembangkan dirinya.
Kedua, tanggung jawab social diwujudkan melalui kompetensi guru dari lingkungan social serta memiliki kemampuan interaktif yang efektif.
Ketiga, tanggung jawab intelektual (profesional) diwujudkan melalui penguasaan berbagai perangkat pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk penunjang tugasnya.
Keempat, tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai makhluk beragama yang perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari norma agama dan moral.
Jadi dapat disimpulkan bahwa guru bertanggung jawab mencari cara untuk mencerdaskan kehidupan anak didik dalam arti sempit dan bangsa dalam arti luas.

B.   Pentingnya Tugas, Peran,
dan Tanggung Jawab Guru dalam Pendidikan
Peran guru dalam pendidikan sangat penting karena dapat membentuk karakteristik anak didik atau lulusan yang beriman, berakhlak mulia, cakap mandiri, berguna bagi agama, nusa, dan bangsa, terutama untuk kehidupannya yang akan datang.
Tugas guru sangat berat baik yang berkaitan dengan dirinya, dengan para muridnya, dengan teman sekerjanya, dengan kepala sekolahnya, dengan orang tua murid, maupun dengan lainnya. Artinya guru adalah figur pemimpin yang dalam batas-batas tertentu dapat mengendalikan para muridnya. Guru merupakan seorang arsitek yang berusaha membentuk jiwa dan watak anak didik. Guru juga memiliki peluang menentukan untuk membangun sikap hidup atau kepribadian anak didiknya sehingga dapat berguna bagi diri dan keluarganya kelak. Guru bekerja melaksanakan tugas profesional kependidikan tidak karena takut pada pimpinannya, tetapi karena panggilan tugas profesionalnya dan juga ibadah.

Kode Etik Guru







rumusan masalah




1.        Konsep Etika Kerja?
2.        Apakah yang dimaksud etos kerja dan loyalitas kerja guru?
3.        Bagaimana ikrar guru Indonesia?
4.        Apakah pengertian kode etik guru?
5.        Apakah tujuan kode etik guru?
6.        Apakah fungsi dari kode etik guru?
7.        Bagaimanakah kode etik keguruan?
8.        Bagaimana sanksi pelanggaran kode etik guru?
 




A.    Konsep Etika Kerja
          Etika kerja, etos kerja dan kode etik merupakan tiga hal yang saling terkait dan mempunyai peranan yang besar dalam mewujudkan profesionalisme dan kualitas kerja. Efektivitas, efisiensi, dan produktivitas suatu pekerjaan akan  banyak tergantung pada tiga unsur tersebut.
          Menurut Daryanto (2013: 28) Etika berasal dari bahasa Yunani yaitu Ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat. Etika merupakan ilmu atau konsep yang dimiliki individu atau masyarakat untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang dikerjakannya apakah salah atau benar dan buruk atau baik. Etika adalah refleksi dari kontrol diri karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
          Pada hakikatnya etika merupakan dasar pertimbangan dalam pembuatan keputusan tentang moral manusia dalam interaksi dengan lingkungannnya. Secara umum etika diartikan sebagai suatu disiplin filosofis yang sangat diperlukan dalam interaksi sesama manusia dalam memilih dan memutuskan perilaku yang sebaik-baiknya berdasarkan timbangan moral-moral yang berlaku. Sebagai acuan pilihan perilaku, etika bersumber pada norma-norma moral yang berlaku. Sumber yang paling mendasar adalah agama sebagai sumber keyakinan yang paling asasi, filsafat hidup. Dengan etika kerja, suasana dan kualitas kerja dapat diwujudkan sehingga menghasilkan kualitas pribadi dan kinerja yang efektif, efisien, dan produktif.
          Etika kerja lazimnya dirumuskan atas kesepakatan para pendukung pekerjaan itu dengan mengacu pada sumber-sumber dasar nilai dan moral. Rumusan etika kerja yang disepakati bersama disebut kode etik. Dari etika kerja itulah kemudian dirumuskan kode etik yang akan menjadi rujukan dalam melakukan tugas-tugas profesi. Dengan kode etik itu pula perilaku etika para pekerja akan dikontrol, dinilai, diperbaiki dan dikembangkan.
2
 
B.     Etos Keja dan Loyalitas Keja Guru
Kata etos sebenarnya bersumber dan memiliki pengertian yang sama dengan etika, yaitu sumber-sumber nilai yang dijadikan rujukan dalam pemilihan dan keputusan perilaku.
Etos kerja lebih merujuk pada kualitas kepribadian pekerjaan yang tercermin melalui unjuk kerja secara utuh dalam berbagai dimensi kehidupannya. Dengan demikian etos kerja lebih merupakan kondisi internsal yang mendorong dan mengendalikan perilaku pekerja ke arah terwujudnya kualitas kerja yang ideal. Sebagai suatu kondisi internal, etos kerja mengandung beberapa unsur antara lain:
1.      Disiplin kerja
2.      Sikap terhadap pekerjaan
3.      Kebiasaan-kebiasaan bekerja
Dengan etos kerja yang baik dan kuat sangat diharapkan seorang pekerja akan senantiasa melakukan pekerjaannya secara efektif dan produktif dalam kondisi pribadi sehat dan berkembang.
Menurut Ali Mudlofir (2012: 202) Loyalitas kerja merupakan kondisi internal dalam bentuk komitmen dan pekerja terhadap berbagai aspek yang berkaitan dengan pekerjaannya. Loyalitas kerja merupakan landasan dan haluan berperilaku kerja dalam bentuk kesediaan untuk mengikuti dan menaati hal-hal yang menjadi keharusannya. Sikap merasa bagian dari lingkungan kerja, sikap rasa memiliki lingkungan kerja merupakan contoh sikap loyalitas kerja.
Sebagai suatu komitmen para pekerja harus memahami dan menghayati maksud dan isi loyalitas itu, agar dapat mengamalkannya secara aktif dan dinamis. Para pekerja harus memiliki pemahaman yang jelas mengenai kepada siapa ia harus loyal dalam bentuk bagaimana loyalitas diwujudkan, dan sebagainya.
Etika kerja dan etos kerja sangat menetukan perwujudan loyalitas kerja. Artinya mereka yang menaati etika kerja dan memiliki etos kerja yang tinggi dan kuat cenderung akan memiliki loyalitas kerja yang baik.


C.      Ikrar Guru Indonesia
IKRAR GURU INDONESIA
1.             Kami Guru Indonesia, adalah insan pendidikan Bangsa yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.             Kami Guru Indonesia, adalah pengemban dan pelaksana cita-cita Proklamasi Kemerdekaan republik Indonesia, pembela dan pengamal Pancasila yang setia pada Undang-Undang Dasar 1945.
3.             Kami Guru Indonesia, bertekad bulat mewujudkan tujuan Nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
4.             Kami Guru Indonesia, bersatu dalam wadah organisasi perjuangan Persatuan Guru Republik Indonesia, membina persatuan dan kesatuan bangsa yang berwatak kekeluargaan.
5.             Kami Guru Indonesia, menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman tingkah laku profesi dalam pengabdian terhadap bangsa, negara dan kemanusiaan.

D.      Pengertian Kode Etik Guru
1.        Pengertian Kode Etik
Secara etimologis, “kode etik” berarti pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Dengan kata lain, kode etik merupakan pola aturan atau tata cara etis sebagai pedoman berperilaku. Etis berarti sesuai dengan nilai-nilai dan norma yang dianut oleh sekelompok orang atau masyarakat tertentu.
Dalam kaitannya dengan istilah profesi, kode etik merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standar kegiatan anggota suatu profesi. Gibson dan Michael (dalam Djam’an Satori, dkk., 2008: 5.3) menegaskan bahwa a code of ethics represents the professional values of a profession translated into standards of conduct for the memberships. Sauatu kode etik menggambarkan nilai-nilai professional suatu profesi yang diterjemahkan ke dalam standar perilaku anggotanya. Nilai professional paling utama adalah keinginan untuk memberikan pengabdian kepada masyarakat.
2.        Pengertian Kode Etik Guru
Menurut Basuni, Ketua Umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru warga PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru (PGRI, 1973). Menurutnya, kode etik guru Indonesia terdapat dua unsur pokok yaitu sebagai landasan moral dan sebagai pedoman tingkah laku.
Kode etik guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat dan warga negara. Pedoman sikap dan perilaku yang dimaksud adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar,membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta sikap pergaulan sehari-hari di dalam dan luar sekolah.
Kode etik guru bersumber dari nilai-nilai agama dan Pancasila; nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional; serta nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual.

E.  Tujuan Kode Etik Guru
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut:
1.      Menjunjung tinggi martabat profesi
Kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan pihak luar atau masyarakat agar mereka tidak memandang rendah terhadap profesi yang bersangkutan.
2.      Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya.
Kode etik umumnya memuat larangan-larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif minimum bagi honorarium anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa saja yang mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan rekan seprofesi.
3.      Pedoman Berperilaku
Kode etik mengandung peraturan yang membatasi tingkah laku yang tidak pantas dan tidak jujur bagi para anggota profesi dalam berinteraksi dengan sesama rekan anggota profesi.
4.      Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Kode etik berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggungjawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya.
5.      Untuk meningkatkan mutu profesi
Kode etik memuat norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
6.      Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Kode etik mewajibkan semua anggotanya untuk aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancnag organisasi.

F.   Fungsi Kode Etik Guru
Pada dasarnya, kode etik dapat berfungsi ganda, yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan Gibson dan Mitchel (dalam Djam’an Satori, dkk., 2008: 5.4) mengemukakan bahwa fungsi kode etik lebih menekankan pada pentingnya kode etik tersebut sebagai pedoman pelaksanaan tugas professional anggota suatu profesi dan pedoman bagi masyarakat pengguna suatu profesi dalam meminta pertanggungjawaban jika ada anggota profesi yang bertindak di luar kewajaran sebagai seorang professional.
Bigs dan Blocher (dalam Djam’an Satori, dkk., 2008: 5.4) mengemukakan tiga fungsi kode etik, yaitu
1.        To protect a profession from government interference (melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah).
2.        To prevent internal disgreements within a profession (mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi).
3.        To protect practitioners in cases of alleged malpractice (melindungi para praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.
Sutan Zanti dan Syahmiar Syahrun (dalam Djam’an Satori, dkk., 2008: 5.5) mengemukakan empat fungsi kode etik guru bagi guru itu sendiri, yaitu.
1.        Agar guru terhindar dari penyimpangan melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, karena sudah ada landasan yang digunakan sebagai acuan.
2.        Untuk mengatur hubungan guru dengan murid, teman sekerja, masyarakat, dan pemerintah.
3.        Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab pada profesinya.
4.        Pemberi arah dan petunjuk yang benar kepada mereka yang menggunakan profesinya dalam melaksanakan tugas.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kode etik guru memiliki fungsi sebagai berikut :
1.    Sebagai perlindungan
Fungsi kode etik sebagai perlindungan bagi guru yaitu untuk melindungi pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku.
2.    Sebagai pedoman
Fungsi kode etik sebagai pedoman bagi guru yaitu agar guru terhindar dari penyimpangan dalam melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, karena sudah ada landasan yang digunakan sebagai acuan.
3.    Sebagai pengembangan
Fungsi kode etik sebagai pengembangan yaitu agar guru mampu mengembangkan potensi-potensi dan sikap-sikap yang dimiliki sehingga mutu pengabdian kepada masyarakat menjadi semakin meningkat.
Kode etik guru sesungguhnya merupakan pedoman yang mengatur hubungan guru dengan teman sejawat, peserta didik, orang tua peserta didik, pimpinan, masyarakat, dan dengan misi tugasnya. Jalinan hubungan tersebut diatur oleh kode etik.
Etika hubungan guru dengan teman sejawat menuntut perilaku yang kooperatif, mempersamakan, dan saling mendukung. Misalnya, ketika seorang guru mempunyai murid yang mengalami kesulitan belajar, yang tingkat kesulitannya di luar batas kemampuan guru itu, maka guru tersebut mengonsultasikannya kepada guru lain.
Etika hubungan guru dengan peserta didik menuntut terciptanya hubungan berupa helping relationship (Brammer dalam Djam’an Satori, dkk., 2008: 5.6), yaitu hubungan yang bersifat membantu dengan mengupayakan terjadinya iklim belajar yang kondusif bagi perkembangan peserta didik. Hubungan ini ditandai oleh adanya perilaku empati, penerimaan dan penghargaan, kehangatan dan perhatian, keterbukaan, dan ketulusan, serta kejelasan ekspresi seorang guru.
Etika hubungan guru dengan pimpinan di sekolah menuntut adanya saling mempercayai. Guru percaya bahwa pimpinan sekolah memberi tugas yang dapat dikerjakannya dan setiap pekerjaan yang dilakukan pasti ada imbalannya. Sebaliknya, pimpinan sekolah/ madrasah mempercayakan suatu tugas kepada guru karena keyakinannya bahwa guru tersebut akan mampu melaksanakan tuganya dengan sebaik mungkin. Dalam hubungan guru dengan pimpinan tersebut yang terpenting adanya pengertian dari kedua belah pihak atas konsekuensi dari beban kerja tersebut.

G. Deskripsi Kode Etik Keguruan
Deskripsi Kode Etik Guru Indonesia yang dikemukakan di bawah ini merupakan rumusan hasil Kongres PGRI tahun 1989. Adapun rumusannya sebagai berikut ini.
KODE ETIK GURU INDONESIA
(PGRI, 1989)
Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa, Bangsa, dan Negara serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada Undang-Undang Dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Republik Indonesia 17 Agustus 1945. Oleh sebab itu, Guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan berpedoman kepada dasar-dasar sebagi berikut ini.
1.        Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila.
2.        Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
3.        Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4.        Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
5.        Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6.        Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7.        Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8.        Guru bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdiannya.
9.        Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Kode Etik Guru yang pertama mengandung pengertian bahwa perhatian utama seorang guru adalah peserta didik. Perhatiannya itu semata-mata dicurahkan untuk membimbing peserta didik, yaitu mengembangkan potensinya secara optimal dengan mengupayakan terciptanya proses pembelajaran yang edukatif.
Kode Etik Guru yang kedua mengandung makna bahwa guru hanya sanggup menjalankan tugas profesi yang sesua dengan kemampuannya, ia tidak menunjukkan sikap arogansi professional. Manakala menghadapi masalah yang ia sendiri tidak mampu mengatasinya, ia mengaku dengan jujur bahwa masalah itu di luar kemampuannya, sambil terus berupaya meningkatkan kemampuan yang dimilikinya.
Kode Etik Guru yang ketiga menunjukkan pentingnya seorang guru mendapatkan informasi tentang peserta didik selengkap mungkin. Informasi tentang kemampuannya, minat, bakat, motivasi, kawan-kawannya, dan informasi yang kira-kira berpengaruh pada perkembangan peserta didik dan mempermudah guru dalam membimbing dan membina peserta didik tersebut.
Kode Etik Guru yang keempat mengisyaratkan pentingnya guru menciptakan suasana sekolah yang aman, nyaman, dan membuat peserta didik betah belajar. Yang perlu dibangun antara lain iklim komunikasi yang demokratis hangat, dan penuh dengan rasa kekeluargaan, tetapi menjauhkan diri dari kolusi dan nepotisme.
Kode Etik Guru yang kelima mengingat pentingnya peran serta orang tua siswa dan masyarakat sekitarnya untuk ikut andil dalam proses pendidikan di sekolah/ madrasah. Peran serta mereka akan terwujud jika terjalin hubungan baik antara guru dengan peserta didik, dan ini harus diupayakan sekuat tenaga oleh seorang guru.
Kode Etik Guru yang keenam, guru diharuskan untuk selalu meningkatkan dan mengembangkan mutu dan martabat profesinya. Ini dapat dilakukan secara pribadi dan dapat juga secara kelompok.
Kode Etik Guru yang ketujuh intinya bagaimana menjalin kerja sama yang mutualistis denga rekan seprofesi. Rasa senasib dan sepenanggungan biasanya mengikat para guru untuk bersatu dalam menyatukan visi dan misinya.
Kode Etik Guru yang kedelapan, “Guru bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdiannya.” Jika memang benar bahwa PGRI merupakan sarana dan wadah yang menampung aspirasi guru, sarana perjuangan dan pengabdian guru, maka praktik monopoli profesi terhadap guru (terutama guru SD) oleh pengurus PGRI harus segera disudahi. Karena cara seperti itu hanya akan membuat guru semakin tidka berdaya dan membuat citra masyarakat semakin negatif terhadap profesi ini. Justru sebaliknya, PGRI harus menjadi satu kekuatan profesi guru dalam menggapai harapannya. Organisasi ini seharusnya mampu menjembatani dan mengayomi aspirasi para guru, dan bahkan jika memungkinkan, PGRI harus mampu meningkatkan harkat dan martabat guru yang semakin hari semakin cenderung terpuruk adanya.
Kode Etik Guru yang kesembilan, “Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.” Kode etik ini didasari oleh dua asumsi, pertama karena guru sebagai unsur aparatur negara (sepanjang mereka itu PNS), kedua karena guru orang yang ahli dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, sudah sewajarnya guru melaksanakan semua kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, selagi sesuai dengan kemampuan guru itu dan tidak melecehkan harkat dan martabat guru itu sendiri.

H.      Penerapan Kode Etik Guru
Kode etik profesi sebagai perangkat standar berperilaku, dikembangkan atas dasar kesepakatan nilai-nilai dan moral dalam profesi itu. Dengan demikian kode etik guru dikembangkan atas dasar nilai dan moral yang menjadi landasan bagi perilaku bangsa Indonesia. Hal ini berarti seluruh kegiatan profesi keguruan di Indonesia harus bersumber dari nilai dan moral Pancasila.
Dalam rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 42 dinyatakan “Setiap tenaga kependidikan berkewajiban untuk: (1)menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis; (2)mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; (3)memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.”
          Disamping itu, Rekomendasi UNESCO/ ILO tanggal 5 oktober 1988 tentang “Status Guru” menegaskan status guru sebagai tenaga profesional yang harus mewujudkan kinerjanya diatas landasan etika profesional serta mendapat perlindungan profesional.
          Khusus mengenai kode etik guru di Indonesia, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) telah menetapkan kode etik guru sebagai salah satu kelengkapan organisasi sebagaimana tertuang dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PGRI. Pengembangan kode etik guru dalam empat tahapan, yaitu:
1. Tahap pembahasan/ perumusan (tahun 1971-1973)
2. Tahap pengesahan (Konggres PGRI XIII November 1973)
3. Tahap penguraian (Konggres PGRI XIV Juni 1979)
4. Tahap penyempurnaan (Konggres XVI Juli 1989)
Kode etik secara terus-menerus dimasyarakatkan kepada masyarakat dan khususnya setiap guru/ anggota PGRI. Rumusan dan isi senantiasa diperbaiki dan disesuaikan dalam setiap konggres.
Adapun lingkup isi kode etik guru di Indonesia pada garis besarnya mencakup dua hal yaitu preambul sebagai pernyataan prinsip dasar pandangan terhadap posisi, tugas dan tanggungjawab guru; dan pernyataan-pernyataan yang berupa rujukan teknis operasional yang memuat dalam sembilan butir batang tubuhnya.
Pelaksanaan kode etik terkadang tidak sejalan dengan baik. Ada beberapa pelanggaran kode etik. Pelanggaran kode etik adalah terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh anggota atau kelompok profesi dari kode etik profesi di mata masyarakat. Beberapa penyebab pelanggaran kode etik profesi adalah:
1.      Idealisme dalam kode etik profesi tidak sejalan dengan fakta yang terjadi di sekitar para profesional sehingga harapan terkadang sangat jauh dari kenyataan
2.      Memungkinkan para profesional untuk berpaling kepada kenyataan dan mengabaikan idealisme kode etik profesi. Kode etik profesi bisa menjadi pajangan berbingkai.
3.      Kode etik profesi merupakan himpunan norma moral yang tidak dilengkapi dengan sanksi keras karena keberlakuannya semata-mata berdasarkan kesadaran profesional.
4.      Memberi peluang kepada profesional untuk berbuat menyimpang dari kode etik profesinya.
Sanksi pelanggaran kode etik adalah sanksi moral dan sanksi dikeluarkan dari organisasi. Dalam memberikan sanksi ada tahapan-tahapan yang dilakukan pertama mengingatkan atau memberikan teguran kepada pelanggar, apabila masih membangkang maka akan diberikan surat peringatan, jika surat peringatan yang diberikan tidak dihiraukan maka akan dimutasi, jika dengan tindakan tersebut pelanggar masih mengacuhkan maka akan diberikan scoring selama jangka waktu tertentu, dan apabila pelanggar masih bertekad untuk melakukan tindakan yang melanggar kode etik guru maka pelanggar tersebut akan dikeluarkan. Kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu Dewan Kehormatan atau Komisi Khusus